Skandal Smart City Bandung: Ema Sumarna Ungkap Patungan Anggaran Rp47M
Skandal Smart City Bandung: Ema Sumarna Ungkap Patungan Anggaran Rp47M

Skandal Smart City Bandung: Ema Sumarna Ungkap Patungan Anggaran Rp47M

Diposting pada

Sidang kasus korupsi proyek Bandung Smart City memasuki babak baru yang menegangkan. Pernyataan mengejutkan datang dari mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna, yang secara tiba-tiba mencabut keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (27/5). Perubahan sikap ini menimbulkan pertanyaan besar dan menambah kompleksitas kasus yang telah menyeret beberapa anggota DPRD Kota Bandung.

Pencabutan BAP tersebut disampaikan langsung oleh Ema Sumarna di hadapan majelis hakim. Ia mengaku merasa “confuse” atau bingung saat memberikan keterangan kepada penyidik Kejaksaan sebelumnya. Perubahan ini tentunya akan berdampak signifikan terhadap jalannya persidangan.

Retraksi Keterangan Mengenai Pembahasan Anggaran di Semarang

Ema Sumarna secara tegas membantah adanya pembahasan penambahan anggaran Rp47 miliar untuk Dinas Perhubungan (Dishub) di Semarang, Juni 2022, seperti yang tertera dalam BAP sebelumnya. Ia menekankan bahwa pertemuan di Semarang hanya membahas rencana program Transformasi Transportasi Bandung untuk tahun 2023, bukan membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2022.

Meskipun demikian, Ema Sumarna mengakui telah mengoordinasikan para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk membiayai jamuan anggota DPRD selama kunjungan kerja tersebut. Ia mengumpulkan para kepala OPD untuk menjamu para anggota DPRD. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan etika dalam pengelolaan anggaran.

Lonjakan Anggaran yang Mencurigakan

Meskipun Ema Sumarna membantah pembahasan anggaran di Semarang, ia mengakui adanya peningkatan signifikan anggaran Dishub dari Rp16,5 miliar menjadi Rp47 miliar. Ia menjelaskan peningkatan ini sebagai hasil dinamika pembahasan biasa bersama dewan.

Namun, penjelasan tersebut dinilai kurang meyakinkan. Pertanyaan kunci yang muncul adalah: jika bukan di Semarang, di mana dan bagaimana kesepakatan kenaikan anggaran tersebut terjadi? Proses pengambilan keputusan yang kurang transparan ini menimbulkan kecurigaan dan membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.

Keterlibatan Anggota DPRD dan “Aspirasi” Publik

Jaksa penuntut umum mencecar Ema Sumarna mengenai asal usul penambahan anggaran tersebut, khususnya apakah berasal dari usulan terdakwa Riantono (anggota DPRD). Ema Sumarna tidak memberikan jawaban tegas. Ia hanya menyebutkan adanya “aspirasi” dari dewan yang muncul setelah ramai isu “Bandung Poek” di media sosial, yang menyinggung banyaknya jalanan gelap di Kota Bandung.

Penjelasan ini masih terkesan ambigu dan tidak menjelaskan secara rinci bagaimana “aspirasi” tersebut diterjemahkan menjadi penambahan anggaran yang signifikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keterkaitan antara “aspirasi” publik, usulan anggota dewan, dan proses penganggaran yang akhirnya menyebabkan pembengkakan anggaran.

Majelis Hakim Menyinggung Isu Fee

Majelis hakim menyoroti isu adanya pembagian fee kepada anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD setelah nota kesepakatan dengan Pemkot Bandung. Ema Sumarna membantah tudingan tersebut dengan menyatakan bahwa fungsinya lebih ke arah kebijakan, bukan teknis.

Jawaban ini menimbulkan keraguan, mengingat posisi Ema Sumarna sebagai Sekda yang seharusnya memiliki pemahaman yang komprehensif tentang pengelolaan anggaran dan potensi penyimpangan. Ketidaktahuan Ema Sumarna mengenai hal tersebut patut dipertanyakan mengingat posisinya yang strategis.

Empat Anggota DPRD Masih Berstatus Terdakwa

Empat anggota DPRD Kota Bandung, Achmad Nugraha, Riantono, Yudi Cahyadi, dan Ferry Cahyadi Rismafury, masih menjadi terdakwa dalam kasus ini. Pencabutan BAP oleh Ema Sumarna berpotensi menjadi titik balik penting dalam strategi hukum para terdakwa. Persidangan selanjutnya akan menjadi penentu arah dan hasil dari kasus korupsi ini.

Proses hukum kasus korupsi proyek Bandung Smart City masih terus bergulir. Pernyataan kontradiktif Ema Sumarna semakin mengaburkan fakta sebenarnya dan mempersulit proses pencarian kebenaran. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pemerintah menjadi poin penting yang harus dijaga untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Publik menantikan hasil akhir persidangan dan berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *